Suriname adalah negara kecil di benua selatan Amerika. Banyak keturunan 
Jawa di sana. Tak heran bila Presiden Suriname Desire Delano Bouterse 
pun gemar sayur urap dan masakan Indonesia lain.
"Saya suka 
gudangan," demikian kata Presiden Suriname Desire Delano Bouterse saat 
berbincang santai dengan Dubes RI untuk Suriname, D Supratikno dalam 
rilis KBRI Paramaribo yang diterima detikcom, Jumat (24/4/2015). 
Gudangan
 adalah makanan khas Indonesia berupa sayur-sayuran yang dilengkapi 
dengan parutan kelapa berbumbu, dikenal pula dengan sayur urap.
Presiden Bouterse malah sempat menjelaskan bahwa kuliner masyarakat Jawa sudah menjadi bagian dari kuliner bangsa Suriname. 
Bahkan
 Ibu negara Ingrid Bouterse yang ikut dalam pertemuan tersebut juga 
menceritakan bahwa keluarganya masih ada keturunan Jawa, maka makanan 
Jawa bukan hal yang asing lagi dan tidak heran mengenal baik pula batik 
Indonesia. 
Makanan khas Indonesia yang menjadi trademark di 
Suriname dan dapat dijumpai di warung-warung makan Jawa antara lain 
bakmi goreng, soto, pecel, lumpia, dawet, sate ayam, gudangan/urap dan 
sate sapi. Memang makanan-makanan tersebut tentunya telah disesuaikan 
dengan citarasa dan ketersediaan bahan baku di Suriname, yang 
menjadikannya sedikit berbeda dengan makanan asli dari Indonesia. 
Di
 Suriname, tidak akan ditemui lumpia yang berisi rebung, melainkan 
campuran daging ayam dan kacang panjang. Sementara sate ayam dan sate 
sapi di Suriname ukuran dagingnya jauh lebih besar daripada sate di 
Indonesia.
KBRI Paramaribo juga bekerja sama dengan Televisi 
Mustika - televisi lokal yang dikelola oleh masyarakat keturunan Jawa di
 Suriname, telah mengadakan acara bulanan "Dapur Indonesia" sejak tahun 
2010. Dapur Indonesia telah menjadi icon menarik bagi pemirsa televisi 
di Suriname, karena selain memperkenalkan kembali masakan-masakan khas 
Indonesia, program ini juga mengajarkan cara memasak resep-resep makanan
 tersebut. 
Pada kesempatan bulan April 2015 ini, Dapur Indonesia
 menyajikan resep makanan Tum Ayam Bali yang menyerupai pepes dan 
galantin Solo yang mirip steak. Tum Ayam Bali diperagakan oleh Ni Luh 
Made Agustini yang merupakan guru tari Indonesia, sedangkan galantin 
Solo dipraktekkan oleh Windriya Novila, istri staf diplomat KBRI 
Paramaribo. 
Berdasarkan respons pemirsa, program Dapur Indonesia
 memperoleh sambutan yang cukup baik dari seluruh lapisan masyarakat 
Suriname, bukan hanya dari masyarakat keturunan Indonesia. Kegemaran 
masyarakat Suriname akan masakan khas Indonesia juga dapat terlihat 
secara nyata di tengah maraknya makanan khas dari etnis lainnya seperti 
Hindustani dan China. Dalam setiap pameran dagang terpadu dan bazaar 
yang diselenggarakan oleh KBRI Paramaribo, stand makanan khas Indonesia 
dari KBRI menjadi daya tarik tersendiri dengan pembeli terbanyak. 
Ketertarikan
 akan makanan khas Indonesia dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan 
ragam masakan Nusantara melalui apa yang disebut diplomasi. Diplomasi 
kuliner memperkenalkan ragam masakan khas Indonesia dapat dilakukan 
secara berkesinambungan. Melalui diplomasi kuliner diharapkan masyarakat
 internasional secara tidak langsung akan mengenal pula keanekaragaman 
etnis dan budaya Indonesia. Tentunya hal ini berujung pada ketertarikan 
mereka untuk melihat langsung dengan berkunjung ke Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar